SORAKLINTERA, KERINCI — Fungsi pengawasan yang menjadi tanggung jawab Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Betung Kuning kini menuai sorotan publik. Warga menilai BPD tidak melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, khususnya dalam hal pengawasan terhadap penggunaan Dana Desa (DD) oleh Pemerintah Desa.
Sejumlah warga Desa Betung Kuning menyampaikan kekhawatiran bahwa BPD hanya berperan sebagai “pihak yang menandatangani dokumen” tanpa melakukan pemeriksaan atau pengecekan lapangan terhadap kegiatan yang dilaksanakan oleh Kepala Desa. Hal ini menimbulkan kecurigaan adanya potensi penyimpangan dalam pengelolaan anggaran desa.
“Kami sebagai warga hanya ingin transparansi. Kalau BPD tidak mengontrol apa yang dilakukan Kepala Desa, bagaimana kami bisa yakin dana desa digunakan sesuai aturan. Jangan nanti kalau bermasalah, BPD bilang tidak tahu-menahu,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Kewajiban Hukum BPD Menurut Undang-Undang Menurut Pasal 55 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, BPD memiliki tiga fungsi utama, yaitu:
1. Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;
2. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa;
3. Melakukan pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa.
Selain itu, Pasal 61 ayat (1) UU Desa juga menegaskan bahwa anggota BPD berkewajiban mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan/atau golongan, serta menjaga norma dan etika dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.
Sementara dalam Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 tentang Badan Permusyawaratan Desa, Pasal 31 huruf (b) menjelaskan bahwa BPD berhak meminta keterangan kepada Pemerintah Desa mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa, dan Pasal 32 huruf (d) menegaskan kewajiban BPD untuk melaksanakan pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa.
Dengan demikian, jika BPD tidak menjalankan fungsi tersebut, maka secara hukum lembaga itu dapat dinilai lalai terhadap tugas konstitusionalnya sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.
Dari sudut pandang hukum administrasi pemerintahan, sikap pasif atau pembiaran oleh BPD terhadap penggunaan dana desa yang tidak sesuai aturan dapat berimplikasi hukum.
Jika kemudian ditemukan adanya penyimpangan keuangan desa, maka BPD dapat ikut dimintai pertanggungjawaban secara administratif karena dianggap tidak menjalankan fungsi kontrol sebagaimana diamanatkan undang-undang.
Praktisi hukum tata pemerintahan daerah, Kurniadi Haris S.H., M.H. menegaskan bahwa peran BPD bukan hanya sebagai pelengkap pemerintahan desa, tetapi sebagai lembaga pengawasan yang sejajar secara fungsi dengan Kepala Desa.
“Kalau BPD hanya tanda tangan tanpa melakukan pengecekan, itu sudah termasuk kelalaian administratif. Dalam konteks hukum, pembiaran semacam ini dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran asas akuntabilitas yang bisa berdampak hukum apabila ditemukan kerugian negara,” jelasnya.
Masyarakat Desa Betung Kuning mendesak agar Inspektorat Daerah segera melakukan audit menyeluruh terhadap pelaksanaan kegiatan desa dan peran BPD. Audit tersebut diharapkan dapat memastikan apakah penggunaan Dana Desa sudah sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) dan laporan pertanggungjawaban (SPJ) yang disampaikan.
Transparansi dan partisipasi publik menjadi kunci agar pengelolaan keuangan desa benar-benar berpihak kepada kepentingan masyarakat, bukan hanya menjadi wewenang segelintir pihak.
Redaksi telah berupaya meminta klarifikasi dari pihak BPD Desa Betung Kuning mengenai dugaan kelalaian fungsi pengawasan tersebut, namun hingga berita ini tayang, belum ada jawaban resmi yang diterima. (Tim/ Suf)

0 Komentar