Kudatuli : Luka Demokrasi yang Menguatkan Tekad Membangun Peradaban

 


SORAKLINTERA, NASIONAL - Berdasarkan unggahan Edi Purwanto, Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Jambi / Anggota Komisi V DPR RI Dapil Jambi, yang dibagikan melalui akun Facebook pribadinya pada 27 Juli 2025.

27 Juli 1996 tercatat sebagai salah satu peristiwa kelam dalam sejarah demokrasi Indonesia. Hari itu, kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat — yang menjadi pusat perjuangan kubu Megawati Soekarnoputri — diserbu secara paksa oleh pihak PDI versi Suryadi yang mendapat dukungan penguasa saat itu. Tragedi ini kemudian dikenal sebagai Peristiwa Kudatuli (Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli).

Serangan tersebut menimbulkan korban jiwa dan luka-luka dari para pendukung Megawati. Berdasarkan hasil investigasi Komnas HAM yang diumumkan pada 12 Oktober 1996, tercatat 5 orang tewas, 149 orang luka-luka, dan 23 orang dinyatakan hilang.

Dalam unggahannya di Facebook, Edi Purwanto, Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Jambi sekaligus anggota DPR RI dari Dapil Jambi, menyebut bahwa peristiwa itu bukan sekadar serangan fisik terhadap kantor partai, melainkan juga serangan terhadap peradaban demokrasi, sistem hukum, dan nilai-nilai kemanusiaan.

 “Penyerbuan kader PDI saat itu bukanlah sekadar serangan terhadap bangunan fisik. Tapi serangan terhadap sistem hukum dan kemanusiaan,” tulis Edi.

Namun, kata Edi, PDI Perjuangan yang kini dipercaya rakyat memimpin pemerintahan tidak menjadikan Kudatuli sebagai alasan untuk membalas dendam.

 “Jawabannya tidak…! Terlalu mahal memelihara dendam ketimbang membangun peradaban,” tegasnya.

Ia pun mengajak seluruh kader partai untuk terus merapatkan barisan, menjaga jalannya demokrasi, dan memperjuangkan cita-cita Tri Sakti Bung Karno: berdaulat di bidang politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.

“Mari rapatkan barisan untuk menjaga demokrasi agar tetap berjalan di relnya dan mendorong terlaksananya tujuan Indonesia Merdeka,” ajaknya. “Merdeka!” (*/Glen)

0 Komentar